Sabtu, 05 Maret 2011

FUTSAL BERDARAH

Sabtu, 05 Maret 2011

Hari ini saya mengalami pengalaman yang amat bombastis fantastis dan agak absurd. Dari yang awalnya saya terbangun pada pukul 07.00 karena pada hari sebelumnya yaitu hari Jum’at saya baru tidur jam 00.30 pagi ini, mama saya menyuruh saya makan nasi liwet. Kemudian pada pukul 08.30-10.00 saya habiskan untuk ngenet hingga akhirnya sepupu dari mama saya datang. Ya, sampai jam ini saya belum punya pengalaman absurd.

Hingga akhirnya waktu berlalu dan menunjukkan pukul 13.00 WIB dan pada jam itu saya sudah janji akan menonton futsal dengan teman-teman SIANIDA yang konon kami janjian di sebuah tempat futsal di daerah Manahan. Saya mengulur waktu ½ jam untuk ke sana. Jadi, saya berangkat ke sana pukul 13.30 lah kira-kira. Ini semua gara-gara adik saya yang ingin ikutan dan minta ditunggu padahal dirinya sedang main FIFA di PS 2 nya. Bermodalkan sebuah tas berisi tisu, dompet, air minum, flashdisk, dan kamera saya gowes dari rumah saya yang terletak di daerah Laweyan menuju Manahan. Karena takut khawatir pertandingan futsal akan berakhir sebelum saya sampai tujuan, saya kayuh sepeda saya dengan ngebuuuut sekali. Adik sayapun mengikuti saya di belakang.

Sampailah saya di daerah Manahan. Dan...ini aneh, saya mendadak lupa di mana sesungguhnya tempat futsal tersebut berada. Akhirnya saya luruuus terus. Saya berpikir untuk menelpon teman saya. Sial, hp saya mati-mati mlulu. Hingga akhirnya saya mendapat semacam pencerahan karena ada mas-mas memakai baju bola masuk ke gang kecil. AHA! ITU DIA TEMPATNYA!! Saya yang merasa ingatan saya kembali langsung ngebut ke sana.

Sudah ada beberapa teman SIANIDA saya di sana. Poppy, Hani, Danny, Zaky, Lepek, Ujik, dan cowok paling unyu di kelas saya, Kholif. Karena cowok yang datanga ke tempat futsalan ngepas cuma ada 5, merekapun bermain ters-menerus tanpa adanya pemain pengganti. Keringat bercucuran. Kelimaan racun-racun SIANIDA sedang berjuang melawan pasukan XI IS 3. Ketika saya datang, keadaan sudah 07 sama. 5 menit...7 menit...10 menit...DUAAAR!! saya mendengar suatu bunyi aneh. Saya menoleh ke dalam lapangan dan mendapati pemandangan Ujik yang tagannya berlumuran darah. Seisi tempat futsalan tersebut bingung (kecuali masnya yang jaga tempat futsal). Darah Ujik terus keluar dengan derasnya dari dagunya hingga ketika ia keluar saya sodorkan tisu saya barang sedikit yang penting bermanfaat J

“Ir, ira, gimana dong itu si Ujik dagunya berdarahnya banyak banget,” kata Hani khawatir.

“Yaudah, cari betadine aja yuk. Pake sepeda (onthel) ngebut.”

“Oke.”

Kami benar-benar mengebut. Mencari betadine di kios-kios kecil hingga akhirnya sampailah kita ke sebuah toko yang bernama “SAMI KATE”. Saya dan Hani langsung bertanya pada waitress di mana letak kasa, betadine, dan kapas. Tapi berhubung saya agak takut ketika membayar (maklum, lagi bokek) akhirnya saya berkata sesuatu.

“Han...mmm...ntar bayarnya bagi dua ya.”

“Iya,iya. Tapi pake uangmu dulu ntar tak ijoli.”

“Eh, aku tahu, mendingan ini buat kelas aja.”

“Iya juga. Biar kalo futsal bawa beginian mulu. Kan bisa jadi P3K. Notanya mbok simpen ya, Ir.”

“Iya.”

Oh iya hampir lupa, pas di bagian kapas, kita berdua sepakat mencari kapas yang harganya paling murah lhoo *bangga*.

Lanjut ke inti permasalahan, saya dan Hani ngebut lagi dari toko ke futsalan. Anehnya, ketika perjalanan kembali ke futsalan, kami bertemu Danny dan Kholif yang tampak kesusu sekali. Bahkan ketika kami bertanya mau ke mana tidak ada jawaban. Kamipun lanjut ke tempat futsalan.

“Han..gimana ini, mereka pada mau ke mana?”

“Gak tau. Kayaknya mau ke puskesmas terdekat.”

“Yaah, berarti yang kita beliin ini sia-sia dong.”

“Enggak, kan bisa buat besok-besok.”

“Eh, liat nih, si Ujik ninggalin kita tisu penuh darah (foto tisu di atas). Kalo si Zaky ma Lepek ninggalin tas mereka,” kata Poppy nimbrung.

Karena galau, kami bertiga tetap di futsalan dengan menggosipkan apa-yang-benar-benar-terjadi-pada-Ujik. Hingga akhirnya Zaky dan Lepek muncul untuk memanggil tas mereka.

“Pek, Ujik mbok bawa ke mana?”

“Ke PKU Muhammadiyah.”

“Yang depan apa yang belakang?”

“Pokoknya yang ada UGDnya aja.”

Yah... nasib, saya mengonthel sendiri. Akhirnya saya memutuskan mengikuti jejak mereka menuju ke PKU yang konon jauh sekali dari Manahan kalau naik sepeda. Dan.. lagi-lagi saya ngebut. Ini benar-benar gila. Manahan itu ujung barat, PKU itu ujung Timur. Ini artinya saya ngonthel dari ujung ke ujung. Huaaah~ capeeknya. Tapi tak apalah, demi teman saya, lagian yang lain juga pada ikut.

Pas sampai di sana, saya tidak melihat teman-teman saya. Saya kira mereka sudah masuk ke ruang UGD. Ealah, ndilalah mereka masih di parkiran. Ternyata saya tiba sejenak setelah mereka tiba di sini.

“Wow! Ira hebat, mesti ngayuhnya sambil sprint ya. Cepet banget nyampeknya.”

“Haha, aku ngebut sih sampe sini. Takut ndak selak ujan.

Ketika masuk di IGD (ceritanya ternyata bukan di UGD, tapi IGD kalau masalah begituan) saya kaget sekali bertemu om saya yang ternyata praktek di PKU. Maklum, saya tidak tahu kalau dirinya praktek di sana. Hanya tahu sebatas dirinya itu dokter. Hehe.

Yah, pada akhirnya Ujik dijahit dagunya. Pas dia mau minum aja kesusahan. Kayaknya tersiksa banget. Tapi, mau gimana lagi. Duatu ketidaksengajaan akan berujung ke ketidaksengajaan lainnya. Kita harus mengantisipasi dari hal terbaik yang akan terjadi dan hal terburuk yang akan terjadi. Biarlah futsal kami, para racun-racun SIANIDA kali ini menjadi pelajaran berharga agar selalu hati-hati dan membawa kotak P3K ke mana-mana.

Sincerely,

Nadira As’ad